Tindak kejahatan dan pelecehan seksual semakin marak tersaji disekitarkita yang dipicu oleh tampilan atau tayangan pornoaksi dan pornografi haruskah ini dibiarkan ?
Sebagaimana diketahui, kasus tindak pornografi dan pornoaksi memang sudah berlangsung sejak lama. Selama tahun 1956-1971 saja setidaknya terdapat 10 orang penanggung jawab media terkenal dengan menyiarkan materi seks. Pada tahun 1984 pengadilan telah memutuskan Dewi Angriani Kusuma dijatuhi hukuman penjara 3 bulan karena kasus kalender bugil. Kasus tebaru tentang tindak pornografi dan pornoaksi ini adalah goyang ngebor Inul Daratista, foto telanjang Anjasmara, dan foto model Isabel Yahya dalam pameran CP Bienalle 2005. Pada pertengehan Juni tahun 2000 pengadilan negri
Tarik ulur pro dan kontra
Seolah menutup mata terhadap akibat yang ditimbulkan, para artis, seniman, budayawan, dan para pengusung leberalisme-yang terkumpul dalam aliansi Bhinneka Tunggal Ika, mereka beramai-ramai menentang upaya pemerintah yang hendak memberantas tindak pornografi dan pornoaksi ini, sebagai pihak yang kontra terhadap disahkannya RUU APP tersebut,mereka menyebut bahwa RUU APP akan melanggar HAM, khususnya hak perempuan untuk mengekspresikan keindahan tubuhnya. Disamping itu, RUU APP dinilai mengancam heterogenitas budaya di
Sebenarnya ada beberapa hal-yang membuat mereka menolak disahkannya RUU APP ini. Pertama, gencarnya arus globalisasi dan liberalisasi sekuler. mereka mengembangkan logika bahwa seni adalah seni yang mempunyai nilai sendiri, dan agama adalah agama yang harus tahu batas-batasnya. Jika seni dimasuki nilai agama, maka hancurlah kesenian. Dan umumnya, para oengusung liberalisme yang berlindung dibalik HAM memandang larangan terhadap pornografi dan pornoaksi hanyalah akan mengekang kebebasan berekspresi. Kedua, tidak jelasnya definisi tentang batasan-batasan (sensual) pornoaksi,sehingga dengan berlindung pada definisi kabur tentang pornografi dan pornoaksi ataupun berlindung di balikn "Art" , tindak pornografi dan pornoaksi malah semakin marak dan sangat meresahkan masyarakat. Ketiga, sebagaimana dilansir oleh harian Republika 26/01/2006, adanya unsur kapitalisme global. Di AS, dari bisnis pornografi untung US$ 7 miliar pertahun. Di Inggris, 20 juta eksemplar majalah porno terjual pertahun . Menurut penelitian, di seluruh dunia ada sekitar 26.000 situs porno. Jumlah ini akan terus bertambah dengan 1.500 situs porno baru setiap bulannya. Situs porno lokal saja tidak kurang dari 1100 buah. Buktinya, begitu maraknya tayangan-tayangan yang mengumbar aurat, baik media elektronik maupun cetak. Seperti dalam sinetron Film, tayangan tengah malam, VCD, DVD, Internet bahkan penyebaran via ponsel. Belum lagi kemudahan untuk mendapatkan media syur menambah parahnya kondisi moral bangsa ini. Cukup dengan tiga ribu rupiah, tabloid syur dapat dibeli di lapak-lapak pinggir jalan oleh siapa saja dan kapan saja. Dengan sangat menyedihkan pornografi dan pornoaksi telah menyatu menjadi perilaku masyarakat, maka tidak mengherankan jika Indonesia ditempatkan sebagai surga pornografi dan pornoaksi kedua setelah Rusia berdasarkan hasil riset kantor bertita AP. Keempat, pengaruh budaya asing, khususnya budaya yang bersumber dari Amerika, karena memang dari dulu sampai sekarang, ada booming budaya luar yang masuk ke Indonesia. Bahkan, terdapat unsur westernisasi dan kristenisasi yang digembong-gembongkan oleh pihak luar,terutama melalui fun, food, dan fashion. Disadari atau tidak, budaya tersebut sudah mendarah daging,jangankan di masyarakat
Sementara berbagai pihak yang merasa gerah dengan aksi pornografi dan pornoaksi yang telah terjadi selama ini (pro RUU APP), menilai tindak pornografi dan pornoaksi telah semakin merajalela dan dampaknya sudah sangat meresahkan dan sangat berbahaya bagi keselamatan generasi mendatang, mereka juga berupaya kuat untuk mendukung upaya pemerintah. Pemerintah sendiri memandang tindak pornografi dan pornoaksi yang tengah menjadi sudah tidak dapat ditorelir lagi dan berupaya untuk menghentikannya. Seperti yang dikatakan presiden Bambang Susilo Yudoyono yang menegaskan bahwa kegiatan pornografi dan pornoaksi yang sekarang terjadi di masyarakat sudah tidak bisa ditolerir lagi. Hal ini dikatakan ketika presiden menerima Menpora Adiyaksa Daut bersama Menteri Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta di kantor kepresidenan
Pornografi berasal dari bahasa Yunani, porne yang artinya pelacur, dan graphien yang artinya gambar atau tulisan (Detik. com.12- 03 2006). Dalam draff RUU APP, didefinisikan bahwa pornografi adalah subtansi dalam media atau alat komunikasi yang dibuat untuk menyampaikan gagasan yang mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan atau erotika. Sedangkan pornoaksi adalah perbuatan mengeskploitasi seksual, kecabulan, dan atau erotika dimuka umum.
Urgensi RUU APP
Tambah maraknya bentuk pornografi dan pornoaksi ,baik di media cetak maupun media elektronik, ataupun yang tampak di masyarakat kita, semakin lama semakin besar. Fenomena ini semakin diperparah dengan pengaruh budaya barat (westernisasi) yang menjadi mainstream dan sudah sangat mendarah daging di
Bagi kalangan yang kontra terhadap RUU APP menginginkan penerapan hukum yang telah ada dalam KUHP untuk mengantisipasi dan menanggulangi persoalan pornografi dan pornoaksi, pada hal beragam kasus yang telah muncul mulai dari media massa dan televisi khususnya perfilman justru malah mengkaburkan kasus aksi pornografi dan pornoaksi yang disebabkan tidak adanya ketentuan dan batasan khusus yang dijadikan pijakan sebagai undang-undang. "RUU APP merupakan kebutuhan mutlak bangsa kita, disamping KUHP yang lama tidak mengatur tindak pornografi dan pornoaksi secara jelas, juga karena saat ini bangsa
Pemerintah dalam mempersiapkan RUU APP telah melibatkan berbagai pihak guna mendapat masukan sebagai bahan pertimbangan dalam mengesahkan RUU APP tersebut. oleh karenanya peran media sebagai penyampai informasi selayaknya dapat berpartisipasi memberikan informasi objektif seputar proses RUU APP agar tidak terjadi misinformasi, dan dapat memberika informasi yang imbang baik dari yang pro maupun yang kontra, jangan malah sebaliknya. Hal tersebut guna menciptakan masyarakat dapat memahami dengan utuh bahwa RUU APP tidak kaku. Jadi, UU APP, Why Not !
Comment Form under post in blogger/blogspot