MENDIKNAS akhirnya setuju kalau UN tingkat SMA jadi enam mata pelajaran.Para pelajar pun makin mati-matian belajar.Tapi dalam hati,mereka kecewa.
Akhirnya, protes para pelajar soal penambahan mata pelajaran di ujian nasional (UN) tingkat SMA berujung antiklimaks. Demo yang beberapa minggu lalu mereka gelar ternyata enggak cukup kuat untuk membuat Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo menolak usulan penambahan yang diajukan Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP).
Sejak Kamis minggu lalu,Mendiknas udah setuju alias menandatangani peraturan menteri (permen) tentang penambahan tiga mata pelajaran UN tingkat SMA. Maka resmi sudah, UN yang tadinya cuma tiga mata pelajaran menjadi enam mata pelajaran. Sebelumnya, UN cuma menguji mata pelajaran matematika, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris.Tapi mulai UN tahun 2008,mata pelajaran jurusan IPA ditambah menjadi fisika, kimia,dan biologi. Adapun yang IPS, ditambah sosiologi, ekonomi, dan geografi.
Itu artinya, anak-anak yang sekarang duduk di kelas XII, bakal jadi angkatan pertama yang ngerasain gimana repotnya UAN dengan 6 mata pelajaran. Masih belum cukup,standar kelulusan untuk SMA juga dinaikkan. Kalau tahun lalu standar nilainya cuma 5,0 sekarang berubah jadi 5,25. Bisa dibayangin deh,mereka yang bakal lulus tahun depan, harus belajar mati-matian tiga kali lipat dibandingkan kakak kelasnya tahun lalu. Wah, selamat deh…
Tapi ngomong-ngomong, kenapa ada penambahan mata pelajaran? Kenapa standar kelulusan dinaikkan terus tiap tahunnya? Nah,menurut Kepala Pusat Informasi dan Humas (PIH) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Bambang Wasito Adi, semuanya demi peningkatan mutu lulusan tingkat SMA. ”Tahun lalu, persentase kelulusan untuk tingkat nasional mencapai 92,7%.
Untuk wilayah
STRES!!!
Okelah, mungkin pemerintah bisa bangga kalau para pelajarnya bisa lulus dengan standar kelulusan yang tinggi, tapi coba deh liat gimana matimatiannya mereka bikin persiapan untuk UN tahun depan.
Maksudnya, ialah belajar di kelas sebelum pelajaran sebenarnya dimulai jam tujuh pagi. ”Jadi kita belajar dari jam enam pagi. Ngulang materi pelajaran bareng guru yang bersangkutan. Belajarnya kirakira se-jam-an. Setelah itu baru belajar biasa yang jam tujuh pagi,” ucap Arien yang biasanya kelar sekolah jam satu siang,kecuali hari Rabu yang sampai jam setengah empat sore.
Walau sudah bubar sekolah jam satu siang, itu pun belum bisa pulang ke rumah.Arien harus ikutan les sampai sore. Pulang ke rumah sudah malam. Syukur-syukur besoknya enggak ada PR atau ulangan. Kalau ada, terpaksa harus ngerjain PR dulu sampai selesai. Waduh, apa badannya enggak remuk redam tuh? ”Enggak sih, masih kuat.Tapi gue ngerasa kehilangan masa remaja saja. Jadi s u k a stres sendiri. Apalagi di sekolah gue tuh situasinya dikondisikan untuk belajar terus, jadi anak-anaknya jarang bersosialisasi,” kata Arien yang jurusan IPS ini.
Enggak beda jauh dengan Arien, Bestari yang sekolah di SMA 8 Jakarta juga sudah mulai ngerasain jadwal belajar yang padat. Cewek yang masuk jurusan IPA ini malah selalu tidur enggak lebih dari enam jam karena sibuk belajar. ”Di sekolah, gue
Untuk nyiasatin supaya kuat belajar, temanteman gue sih biasanya tidur dulu abis Isya, terus bangun jam satu atau jam dua malam buat belajar,”beber Bestari. Terus kapan mainnya dong? ”Wah, kalo itu harus curi-curi waktu. Pas istirahat sekolah biasanya gue nyantai menenangkan pikiran dengan main game atau ngobrol sama temanteman,” sebut Bestari.
CUMA KEJAR NILAI
Semua orang keliatannya sudah mulai sibuk kerja keras buat persiapan UN 6 mata pelajaran. Tapi apa benar? Ternyata enggak juga. Masih ada sekolah yang belum tahu keputusan Pak Menteri.Jadi sampai saat ini masih bertahan dengan persiapan UN tiga mata pelajaran. Contohnya di SMA 82
Sampai saat ini kami masih persiapan UN tiga mata pelajaran. Jadi belum ada action untuk UN enam mata pelajaran,”papar Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMA 82 Jakarta Iwan Warina Spd. Yap, begitulah kondisinya. Karena peraturan menteri baru saja ditandatangani, maka sosialisasi sampai tingkat sekolah pun belum berjalan. Menurut Pak Bambang, sosialisasi formal sampai ke tingkat sekolah kemungkinan baru akan selesai pada Desember setelah sebelumnya melewati tingkatan provinsi dan kabupaten
Praktis, persiapan pelajar untuk belajar tiga mata pelajaran lainnya pun semakin sempit. Padahal, ancang-ancang UN enam mata pelajaran katanya sudah jauh-jauh hari dicanangkan lewat PP No19/2005.Berdasarkan peraturan ini,kebijakan harus dilaksanakan paling lambat 3 tahun setelah disahkan. Kalau begitu, bukankah harusnya sosialisasi secara resmi sudah dijalankan jauh-jauh hari supaya semua pelajar punya persiapan yang jauh lebih matang?
”Pemerintah terlalu cepat berubah. Kemarin pakai KBK (kurikulum berbasis kompetisi) sekarang pakai KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan). Kemarin baru dinaikkan standar kelulusan, sekarang tambah lagi yang ini (UN enam mata pelajaran dan standar kelulusan naik),”kata Arien kebingungan. Ternyata pendapat Arien juga diamini sama Tari.Malah Tari mencoba menganalisis kalau perubahan ini terjadi karena situasi politik
Seolah-olah kami jadi kayak bahan percobaan saja,”tegas Tari.Wah,pedesnih... Terus gimana ”pembelaan” dari Depdiknas? Kata Pak Bambang, yang namanya belajar dan diuji memang selalu berubah. Makanya, dengan menaikkan standar kelulusan, bikin semua elemen pendidikan jadi bekerja keras. ”Dengan menaikkan ambang batas nilai,grafik kelulusan jadi semakin tinggi. Karena dengan begitu, seluruh sistem yang terlibat jadi bekerja serius,” ujar Pak Bambang. Eh, jangan salah sangka dulu. Para pelajar bukannya enggak setuju kalau sistem pendidikan di
”Kalau sekolah gue yang termasuk unggulan enggak masalah, tapi kalau sekolah lain yang masih susah fasilitasnya,
Comment Form under post in blogger/blogspot